hati dan nalar



Di kala sunyi malam seperti ini dapat ku cerna apa yang bisa di bilang oleh seseorang sebagai pencerahan hidup, walau aku khawatir ketika siang nanti akan lupa lagi. Beberapa kisah yang kupahami sebuah kisah baru mebuatku belajar akan keikhlasan hati. Dimana manusia seharusnya memilih dan menimbang dengan dua hal nalar dan hati. Mungkin hari-hari ini orang sering menyamakan antara apa itu nalar dan apa itu hati, memang nalar selalu menjadi faktor yang penting dalam setiap hal tapi hati adalah faktor yang lebih penting yang tak bisa di kalahkan nalar sekeras apapun nalar ini kita anggap benar, aku sudah mengalaminya sendiri di hidupku. Bicara memang mudah ketika kita tak mengingat akan hal yang tadi kukatakan tersebut, namun di saat kita menghadapi situasi nyata maka dalam seketika nalar akan benar-benar terlupakan apalagi hati dan emosi serta ego yang akan menguasai. Aku bukan orang yang pandai membaca hati apalagi memakai nalarku, karena pada kenyataanya aku selalu menggunakan naluriku yang mana naluri ini menjadi alasan ketidak tenanganku dalam menilai banyak hal.

Aku adalah manusia biasa, terkadang dalam beberapa hal aku sangat sensitif dan selalu menganggap serius tetapi dalam situasi tertentu pun aku orang yang menerima. Ambisius memang aku ini dan tanpa di barengi keuletan jika ku pikirkan berbanding buruk terbalik dengan orang-orang sekelilingku yang memiliki ke-imanan, aku mudah menyerah dalam usahaku. Entah sudah menjadi orang macam apa aku ini, aku tak pernah bisa mendengar hatiku dan sebab dari itu pun aku tak mengerti, seharusnya aku sadar akan teguran-teguran yang yang tersemat padaku sialnya tidak sama sekali.

Cinta bagiku adalah contoh dimana aku harus menggunakan kedua hal penting tersebut yaitu nalar dan hati. Hati selalu menang dalam perjalananku selama ini dan jika kupikirkan dengan nalar aku tak pernah menemukan jawabanya dan berakhir di sudut sepiku menangisi kebuntuan ini. Aku mencintai seseorang, tidak..bukan, tetapi sangat mencintai. Bahkan secara nalarku aku rela melakukan apapun serta mungkin juga hatu ku juga yang menghalangiku untuk menerima kenyataan agar aku sadar juka cintaku bertepuk begitu saja. Aku bukanya diam dan menyerah, sudah kulakukan segala cara berjuang hidup dan mati segenap usaha dan fikiran. Namun aku masih tetap di sini berlumpuran kegagalan dan penolakan, jatuh tak berdaya. Hingga ku temukan seseorang yang mulanya kuanggap bisa membangunkanku dan menjadi persinggahanku selanjutnya, aku menyukainya dari akhlaqnya yang baik. Paling tidak untuk seorang pembawa dosa sepertiku ini dia adalah cahaya ampunanku, namun begitupula hati mengalahkanku. Dalam nalarnya aku selalu di buat bimbang dan selalu di buat tak yakin, pada nyatanya jika dia menyambutku aku pasti akan bisa bangkit tetapi tanpa kepastian seperti ini aku menjadi ragu antara mana yang ku anggap bisa, walau nyatanya tak ada yang benar buatku.

Aku sadar bukan Cuma hal itu yang nantinya akan menghias hidup manusia. Cita-cita, itu adalah tujuan hidup atau yang bisa di bilang adalah budaya bagi manusia agar menjadi berarti dalam hidup ini. Aku tahu aku sering di permainkan karna memang aku bukan orang yang pandai apalagi cerdas. Bahkan hidupkupun seperti permainan yang di sebut mengikuti alur yang di inginkan orang lain. Namun walaupun begitu aku percaya kepada ibuku, beliau memberiku banyak pelajaran entah dari tutur katanya ataupun kekurangan beliau yang tidak ada apa-apanya di banding semua kisah baiknya kepadaku. Memang kita harus memiliki rencana untuk melanjutkan hidup ini, sekali lagi itu belum terpikir olehku.

Aku bukan orang yang bisa berpikir panjang. Sering kali aku melupakan beberapa bagian wajib yang menjadi tunutan dan tuntutan hidup ini. Oleh sebab itulah aku masih orang yang selalu tak memiliki adat baik di mata orang sekitarku, nalar adalah tabu buatku apalagi hati. Mengingat lagi dan lagi selalu aku masih membuat banyak kesalahan kepada orang lain dan diriku sendiri. Untunglah aku tak bisa membaca hati agar aku tak tahu jika aku termaafkan atau tidak. Manusia itu rumit setiap manusia memiliki labirin nya masing-masing, tinggal berapa lama kita bisa menemukan solusinya dan menjadi bijak di pintu keluarnya. Aku masih banyak belajar dari banyak hal dari ibuku, keluargaku, temanku, lingkunganku, bahkan nada-nada kehidupan, serta dari mereka yang kucintai... kuharap aku bisa menggunakan nalar dan hatiku supaya aku termasuk orang-orang yang ikhlas.

0 komentar:

Post a Comment